LANGUAGE

MAU SUKSES BELAJAR , YA BELAJAR!! JANGAN LUPA SHOLAT

Bonus Anda

Sabtu, 16 Mei 2009

Manusia dan Lingkungan

MANUSIA DAN LINGKUNGAN
oleh Dra. Sukriyah Kusanti
Perjalanan sejarah keberadaan manusia di muka bumi telah menunjukkan bahwa perubahan masyarakat manusiaberlangsung secara evolusioner. menurut Miller Jr (1982), perubahan tersebut berturut-turut berupa tahap:
1. Masyarakat Pemburu dan Pengumpul, tingkat awal,
2. Masyarakat Pemburu dan pengumpul tingkat lanjutan,
3. Masyarakat petani dan,
4. Masyarakat industri.
Tahapan masyarakat tersebut terbentuk karena tingkat kernaiuan teknologi yang dimiliki pada waktu. Itu. Di lain pihak, selain teknologi telah memberikan peningkatan keleluasaan pada manusia dalam menikmati kehidupan, ternyata juga telah menimbulkan dampak negatif pada lingkungan hidup.Seperti misainya timbuinya pencemaran, kelangkaan sumberdaya alam , dan sebagainya.
Dari perkembangan masyarakat tersebut, terlihat bahwa perilaku manusia di muka bumi ini telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan ekosistem yang dapat mengancam kelangsungan hidup populasi manusia sendiri. Sedangkan perilaku manusia merupakan pencerminan dari moral manusia yang dimilikinya. Citra manusia hanya mempunyai relevansi, jika dalam kehidupan bersama dalatn ketompok masyarakat. Sebab dalam kehidupan berkelompok itulah terdapat sistem-sistem perlambang yang selanjutnya berfungsi sebagai sumber nilai. Cara manusia mewujudkan diri adalah hasil pilihannya sendiri. Oleh karena itu apapun pilihannya, manusia dia sendiri yang bertanggung jawab. Seperti yang dikatakan oleh Rene Dubost (1976), kedudukan manusia di alam merupakan hubungan antara dua komponen, yang saling mengisi, dan bersifat kontinyu sebagai suatu sistem. Narnun di sisi lain populasi manusia cenderung bertambah yang dapat menyebabkan kerusakan sistem itu. Oleh karenanya agar sistem tersebut tetap dalam keadaan seimbang, maka gangguan yang datangnya dari manusia harus diminimalkan.
Dalam Kitab Suci Al-qur'an, salah satu ayat menyebutkan: " ......sesungguhnya yang patut dan pantas mewarisi bumi ini adalah hamba-hamba Ku yang saleh". Selanjutnya dalam ayat yang lain dikatakan bahwa "Tuhan meninggikan deraiat sebagian dari manusia itu lebih daripada yang lain, dan justru untuk menguji apa yang diberikanNya kepada manusia itu". Oleh karenanya di dalam mengelola alam untuk kesejahteraan dan kebahagiaan, bukan hanya berpegang pada pandangan yang "inclusive", dimana manusia adalah sekedar bagian Yang tak terpisahkan dari komponen lain dalam sistem dimana ia berada. Kitapun tidak menganut faham "exclusifisme", Yang menempatkan manusia sebagai penguasa mutlak dari lingkungan, yang dapat menghaialkan untuk menimbulkan kerusakan lingkungan.
Seringkali manusia melupakan segi etika/moral dari hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan. Secara moral adalah normal apabila lingkungan akan memberikan kepada manusia berbagai hal yang akan diketemukannya. bahkan manusia juga harus memberikan toleransi kepada kenyataan bahwa sewaktu-waktu dapat timbul malapetaka bagi kehidupan manusia. Seperti adanya banjir, gunung meletus, dan lain-lain. Jadi paling tidak kita harus menerima hal tersebut diatas dengan wajar. Dari segi etika manusia mempunyai kesalahan moral, apabila dampak dari kegiatan kita ini menimbulkan kerugian bagi orang lain. Jika manusia dapat berlaku adil dengan semua yang makhiuk hidup di alam ini, maka disini letak kebenaran norma moral yang baik, Dimana manfaat yang kita peroleh dari alam / lingkungan ini, harus juga memberikan manfaat kepada manusia lain.
Semula peranan lingkungan alam terhadap manusia adalah besar sekali. Seperti iklim dari keadaan lingkungan alam di kutub utara mempengaruhi peri kehidupan dan kelakuan manusia Eskimo yang berlainan sekali dengan manusia padang pasir yang hidup dan dibesarkan di gurun Sahara. Begitu pula manusia Indonesia di daerah Kering Nusa Tenggara Timur memiliki sistem nilai dan perikehidupan kemasyarakatan yang berlainan dengan manusia Indonesia di daerah basah Kalimantan Selatan.
Pengaruh keadaan lingkungan alam sangat mendalam terhadap diri manusia dan masyarakat. Sebaliknya manusia dan masyarakat mengembangkan sistem nilai yang sesuai dengan keadaan lingkungan. Di Indonesia Hutan dianggap angker ataupun mata air dipandang suci. Hal ini diterima tanpa mendalami sebab musababnya. Namun masuk akal jika dikaji secara rasional. Hutan angker ataupun mata air itu suci itu vital untuk memelihara keseimbangan lingkungan. Alam dengan scgala isinya diterima sebagaimana adanya. Manusia menyesuaikan pada hidupnya dengan irama yang ditentukan oleh lingkungan alam. Karena perubahan lingkungan alam berada diluar kendali tangan manusia, maka manusia memasrahkan diri kepada lingkungan. Hal inilah yang melahirkan suatu kebiasaan, tradisi dan hokum yang tidak tertulis, yang kemudian mengatur pergaulan hidup masyarakat.
Namun satu faktor dalam kehidupan masyarakat yaitu pertambahan jumlah manusia. Sehingga naluri manusia untuk mempertahankan diri (survival instinc) mendorong hasrat berkembang biak dan melangsungkan kehidupan. Kondisi ini dimungkinkan oleh akal dan kemaiiipuan berfikir manusia, yang akhirnya melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keadaan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat manusia mulai mencoba menundukkan lingkungan alam. Sikap pasrah kepada alam menjadi sikap mengendalikaii alam. Pola hidup yang semula mengikuti irama dan hukum alam, Kini ingin ditentukan oleh irama dan hukum masyarakat sendiri.

5.2. Antroposentrisme dan Biosentrisme
Dalam hubungan dengan alam semesta manusia bergerak dalam dua arah yang memusatkn dirinya pada pusat alam semesta mengeksploitasi demi kepentingan sendiri. Namun kadangkala manusia mengganggu bagian dari ekosistem. Dua pendekatan ini yang pernah dikembangkan oleh Arne Naess di Amerika.
Pendekatan pertama disebut "antroposentrisme" dan yang kedua adalah "antropomorfisme/ biosentrisme". Manusia sepeti yang oleh Soeryono (1978) adalah sesuatu yang paling ajaib daripada keajaiban yang ada didunia. Dalam kedudukan di alam ini oleh Sang Pencipta, manusia ditempatkan pada kedudukan tertinggi daripaad mahuk hidup lainya. Agama Islam menempatkan manusia dengan sebutan khalifah di bumi yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk mengelola dan memakmurkan bumi beserta 1sinya yang pada gilirannya akan bermanfaat bagi kehidupan seluruh mahluk Allah pada umumnya.

A. Antroposentrisme
Secara etimologis Antroposentrisme tesusun dari dua kata bahasa Yunani yaitu "antropos" yang berarti manusia dan "centrum" yan gberati pusat. Antroposentrtisme dapat diartikan sebagai suatu meyakinkan bahwa manusia dan karya-karyanya adalah pusat dari alam sebagai realitas yang ada di luar manusia. Alam merupakan sesuatu yang asing bagi dirinya. Sehingga hal ini timbl suatu jarak moral antara diri manusia dengan dunianya. Moral atau nilai-nilai alam tergantung pada apa yang dipikirkan atau dipersepsikan manusia sebagai sesuatu yang menarik, indah, baik, benar dan sebagainya. Akibatnya manusia dapat saja memperlakukan dan menguasai kenyataan / realitas asing tersebut secara kasar atauhalus sesuai dengan kepentingan dan pandangan.
Antroposentirsme menjadikan manusia sebagai pusat segalanya dan diatas dari segala sesuatu dalam alam semesta. Maka itu segala sesuatu yang ada di dalam alam harus sedapat mungkin digunakan demi kebaikan dan kemakmuran manusia. Sedangkan bagaimana melestarikan dan memelihara lingkungan sekitar manusia boleh dikorbankan asal kebahagiaan dan kemakmuran tercapai. Namun pandangan filsafa barat tidak hanya tersebut diatas, beberapa tokoh lainnya memandang alam sebagai kosmos dimana manusia salah satu bagian di dalamnya.

B. Biosentrisme
Berasal dari babungan kata Yunani "bios" (hidup) dan kata latin "centrum" (pusat). Secara harafiah Biosentrisme diartikan sebagai suatu keyakinan bahwa kehidupan manusia crat hubungannya dengan kehidupan seluruh kosmos. Manusia dipandang sebagai salah satu organisms hidup dari alam semesta yang mempunyai rasa saling ketergantungan dengan penghuni alam semesta lainnya.
Dalam Biosentrisme, manusia tidak dipandang begitu agung dan berhak mutlak mengatur dan menguasai alam, namun hanya sebagai bagian alam semesta. Disini manusia terkena hukum-hukum alam, dan manusia dengan kemampuannya berusaha menandingi alam semesta yang ganas. Manusia dimengerti sebagai mahluk yang punya keterbatasan seperti hainya dengan mahkluk hidup lainnya. Manusia sangat tergantung pada lainnya, sehingga menjadi satu kesatuan dalam kosmos. Pandangan manusia terhadap alam semesta sedapat mungkin memahami bahkan mengagumi. Dalam pandangan Filsafat Timur yang diwakili Hinduisme alam menjadi sesuatu yang makrokosmos, dimana manusia hidup didalamnya sebagai mikrokosmos. Sedangkan pandangan Konfuisme, mengajak manusia kembali kepada alam semesta demi memperoleh kebahagiaan. Dalam aliran Zen di Jepang manusia berusatia moncari keheningan dalam alam dan menyatu dengan dirinya sendiri.
Dalam pandanganfilsafat lslam meletakkan pada etika / moral manusia terhadap alam, yakni mengajak manusia hidup dalam keseimbangan dengan alam dan sebagai makhluk bumi yang diberl mandat oleh Sang Pencipta untuk tetap memelihara dan menjaga bumi dari segala ancaman. Sikap memelihara dan menjaga bumi merupakan penerapan tanggung jawab manusia kepada Sang Pencipta alam dengan segala isinya.
Dalam sejarah perkembangan manusia jelas terlihat perbedaan cara pendekatan terhadap alam. Pada mulanya bisa dikatakan manusia sepenuhnya tergantung pada alam sekitarnya untuk hidup bahkan tidak jarang manusia terpaksa men akui keterbatasan, seperti misalnya terjadi gangguan-gangguan dari alam. Seolah-olah alam punya hukumnya sendiri yang tidak dimengerti oleh manusia. Namun lama kelamaan manusia karena manusia mempunyai intelegensi, maka manusia mengambil jarak dari alam dan mempelajari alam semesta ini. Sehingga lambat laun alam mulai dikenal manusia dan kemudian dimanfaatkan demi kelestariannya.

5.3. Lingkungan Hidup alami, Lingkungan Binaan / Buatan dan Lingkungan Sosial
Pada waktu manusia diciptakan oteh Maha Pencipta sebagai satu diantara, makhluk hidup lainnya dialam ini, maka habitat hidupnya masih bersifat alamiah, sama dengan makhluk hiduplainnya. Seturuh interaksi masih diatur oleh proses-proses homeostasis sehingga berbagai kegiatan manusia dalam mendinamisasi keseimbangan alam masih dapat diabsorbsi oleh sistem kelentingan yang 'fail-safe". Pada saat itu seluruh kehidupan berlangsung secara seimbang dalam habitat alamiah. Seluruh jenis makhluk hidup dari dulu sampai saat ini selalu membina hubungan yang sangat erat dengan habitat (tempat tinggal). bahkan dengan relungnya (tempat berfungsinya). Seperti misalnya habitat ikan adalah air, yang dengan insang untuk bernafas dan sirip untuk bergerak, dan hubungannya dengan air sangat erat, dan bila dipisahkan dengan air maka ikan akan mati.
Oleh karena itu apabila habitatnya rusak (baik karena alam maupun oleh manusia), maka punahlah makhluk hidup itu. Sebaliknya secara fisik manusia adalah jenis makhiuk liidup yang paling lemah dan paling labil hubungannya dcngan lingkungan. Namun topangan kemampuan berpikir manusia inilah yang memberl kebebasan untuk menentukan berbagai pilihan terhadap lingkungan. Sehingga terciptalah oleh akal pikiran manusia habitat dan relung yang bersifat buatan (man-made habitat). Jadi dari kehidupan yang bermula di gua-gua, manusia mencatat sejarah sebagai pengubah habitatnya secara drastis dengan habitat pencakar langit , terowongan dibawah laut, satelit diangkasa luar dan seterusnya.
Sehingga keadaan ini ditinjau dari sudut lingkungan, kebudayaan manusia adalah latar belakang dan perwujudan dari upayanya untuk mengubah lingkungan alam (ekosistem) menjadi lingkungan-lingkungan buatan atau binaan manusia. Kehadiran lingkutigan hidup buatan ini mematahkan keseimbangan, keselarasan, dan kelestarian, yang semulanya terdapat dalam lingkungan alam. Hukum yang terdapat di alam mulai terganggu, yang menghilangkan hakekat pokok kehidupan yang saling tergantung, dan terikat.
Sementara itu dalam tata pergaulan sesamanya, manusia juga mengembangkan tatanan dan norma-norma sosial yang turut menentukan tingkah laku dan kegiatan manusia secara keseluruhan. Sehingga terciptalah lingkungan hidup sosial dalam lingkungan hidup manusia. Bagaimana hubungan dan keterkaitan antara lingkungan hidup alami, lingkungan hidup binaan / buatan, dan lingkungan hidup sosial dalam lingkungan manusia.
Manusia memang punya hak asasi manusia (human right), yang berhak untuk melakukan apa yang dikehendakinya. Namun kehendaknya itu bukan tidak ada batasnya, sebab manusia adalah bagian dari alam, dan tunduk pula pada hukum alam. Sedang alam mempunyai hak supra-alami (supra right of nature), yang harus kita tempatkan lebih tinggi diatas hak asasi manusia, apabila kehidupan dan kesejahteraan manusia memang akan diupayakan untuk berlangsung secara baik, sehat dan berlanjut. Kebudayaan manusia masih terus dapat merubah wajah dan perwujudan bumi ini sejauh yang dimungkinkan oleh dukungan lingkungan hidup alami dan lingkungan hidup sosial. Ini berarti bahwa segala kegiatan manusia / pembangunan, harus juga tetap menjaga tatanan sosialnya agar tetap memberikan peluang kesempatan pemerataan perolehan dalam tatanan lingkungan hidup.
Diskusi / Pertanyaan :
1. Gambarkan dalam suatu lingkungan hidup yang merupakan kesatuan yang selaras dan seimbang.
2. Jelaskan bagaimana manusia harus bersikap imanen sebagai bagian terpadu dari lingkungan.
3. Jelaskan pula bagaimana manusia harus bersikap transenden dalam tanggung jawabnya terhadap lingkungan.
4. Uraikan peiigelolaan Iingkungan yang ditujukan kepada diri manusia agar perubahan kualitas lingkungan (sumber daya) masih dalam ambang batas yang disepakati.
Referensi:
1. Levine. N.D. (ed), 1975. "Human Ecology" Duxbury Press, Mass. USA.
2. Soerjani. M. 1983. "Ekologi Manusia", PPSML - UI, Jakarta.
3. Zein. M.T. (ed), 1979, "Menuju, Kelestarian Lingkungan Hidup" Gramedia, Jakarta.


• Information System ITS ® 2004 •
• Best view 800x600 or higher •
• Contact : kamui_02@si.its-sby.edu •

Ekosentrisme

Wednesday, November 05, 2008
EKOSENTRISME
Oleh: Wilson M.A. Therik
Pengertian
Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme (teori ini menganggap setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri). Sebagai kelanjutan, ekosentrisme sering disamakan begitu saja dengan biosentrisme, karena adanya banyak kesamaan di antara kedua teori ini. Kedua teori ini mendobrak cara pandang antroposentrisme (teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta) yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, etika diperluas iuntuk mencakup komunitas biosentrisme. Sementara pada ekosentrisme etika diperluas untuk mencakup komunitas ekologis seluruhnya.
Jadi berbeda dengan biosentrisme yang hanya memusatkan etika pada biosentrisme, pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun yang tidak. Secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain.
Ekosentrisme
Salah satu versi teori ekosentrisme ini adalah teori etika lingkungan yang sekarang ini populer di kenal sebagai Deep Ecology (DE). DE menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat pada manusia, tetapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. DE tidak mengubah sama sekali hubungan antara manusia dengan manusia. Yang baru dari DE adalah, pertama, manusia dan kepentingannya bukan lagi ukuran bagi segala sesuatu yang lain. Manusia bukan lagi pusat dari dunia moral. DE justru memusatkan perhatian kepada semua spesies termasuk spesies bukan manusia. Singkatnya, biosphere seluruhnya. Demikian pula, DE tidak hanya memusatkan perhatian pada kepentingan jangka pendek, tetapi jangka panjang. Maka, prinsip moral yang dikembangkan DE menyangkut kepentingan seluruh komunitas ekologis.
Kedua, bahwa etika lingkungan hidup yang dikembangkan DE dirancang sebagai sebuah etika praktis, sebagai sebuah gerakan. Artinya, prinsip-prinsip moral etika lingkungan harus diterjemahkan dalam aksi nyata dan konkret. DE menyangkut suatu gerakan yang jauh lebih dalam dan komprehensif dari sekedar sesuatu yang instrumental dan ekspresionis sebagaimana ditemukan pada antroposentrisme dan biosentrisme. DE menuntut suatu pemahaman yang baru tentang relasi etis yang ada dalam semesta ini disertai adanya prinsip-prinsip baru sejalan dengan relasi etis baru tersebut, yang kemudian diterjemahkan dalam gerakan atau aksi nyata di lapangan.
Ekosentrisme dan Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Hakekat pembangunan adalah pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh Masyarakat Indonesia. Ini berarti bahwa pembangunan mencakup: pertama, kemajuan lahiriah seperti pangan, sandang, perumahan, dan lain-lain; kedua, kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat; dan ketiga, kemajuan yang meliputi seluruh rakyat sebagaimana tercermin dalam perbaikan hidup berkeadilan sosial. Karena luasnya ruang lingkup pembangunan, maka uraian pada bagian ini lebih memberat kepada ekosentrisme dan pembangunan berwawasan lingkungan (termasuk sumber alam).
Jika lingkungan Indonesia sekarang dibandingkan dengan 30 Tahun yang lalu, secara terasa ada perbedaan menyolok. Pembangunan telah membawa kemajuan besar. Di samping itu terjadi juga perubahan lingkungan. 1) Kota dan desa lebih padat dan kotor; 2) mobil dan sepeda motor lebih banyak dan lebih bising; 3) pohon rindang dan kicauan burung sudah berkurang; 4) hutan semakin sempit dan gunung-bukit semakin gundul; 5) tanah kering beralang-alang semakin luas; 6) musim kemarau lebih panas dan musim hujan lebih banyak banjir sehingga hati terasa senang bercampur cemas. Hati senang melihat pembangunan membawa kemajuan. Tapi hati cemas melihat lingkungan hidup terganggu.
Bagaimanakah menjelaskan perkembangan ini, dan apakah yang bisa diperbuat untuk mengatasinya? Berbagai gangguan lingkungan hidup ini mempunyai satu ciri sama, yaitu bahwa manusialah penyebab utama timbulnya bencana ini. Sungai, gunung, harimau, gajah, ikan dan lain-lain isi lingkungan alam, sudah lama berkelanjutan (sustainable) tanpa gangguan yang berarti. Namun setelah manusia muncul mengolah sumber alam tanpa mengendalikan pengaruh negatifnya kepada lingkungan sehingga merusak alam dan mengusik lingkungan pemukiman binatang maka alam bereaksi kembali.
Masalah sekarang ialah, bagaimana menumbuhkan kesadaran lingkungan manusia supaya pengolahan sumber alam bagi pembangunan dapat dilakukan sejalan dengan pengembangan lingkungan, bagaimana menyebarluaskan penghayatan dan penglibatan manusia pada proses pembangunan tanpa kerusakan lingkungan. Dan bagaimana menumbuhkan di kalangan masyarakat lua penglihatan dan orientasi pembangunan dengan pengembangan lingkungan. Untuk itu perlu ditelusuri pokok-pokok masalah lingkungan untuk kemudian menjajaki kemungkinan peran serta masyarakat umum dalam menanggapi masalah lingkungan ini. Teori ekosentrisme (DE) adalah salah satu jawaban.
Ada beberapa prinsip yang dianut oleh DE, antara lain adalah biospheric egalitarianism – in principle, yaitu pengakuan bahwa semua organisme dan makhluk hidup adalah anggota yang sama statusnya dari suatu keseluruhan yang terkait sehingga mempunyai martabat yang sama. Pengakuan ini menunjukan adanya sikap hormat terhadap semua cara dan bentuk kehidupan alam semesta. Ini menyangkut suatu pengakuan dan penghargaan terhadap “hak yang sama untuk hidup dan berkembang”, yang tidak hanya berlaku bagi semua makhluk hayati tetapi juga bagi yang non-hayati.
Dengan prinsip ini sekaligus mau dikatakan bahwa nilai sebuah benda di alam semesta ini tidak hanya berkaitan dengan kebutuhan atau kepentingan manusia. Prinsip ini mengacu pada pengakuan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini harus dihargai karena mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Manusia hanya salah satu bentuk kehidupan yang pada prinsipnya sama kedudukannya dalam tatanan ekologis dengan semua bentuk kehidupan lain. Bahwa semua bentuk kehidupan mempunyai keunikan sendiri-sendiri termasuk manusia itu justru memperkaya kehidupan dan bukan dimaksudkan yang satu lebih tinggi dan bernilai sehingga mendominasi yang lain.
Kesimpulan
Etika dan gerakan lingkungan yang ditawarkan oleh Teori Ekosentrisme memang menarik. Harus kita akui bahwa ini tidak mudah, karena menyangkut pekerjaan besar mengubah mental dan perilaku individu dan juga masyarakat dunia. Yang dihadapi adalah tembok kecenderungan materialisme dengan pola produksi dan konsumsi yang sedemikian eksesif. Ideologi developmentalisme begitu kuat berurat berakar, tidak hanya dalam pemikiran dan cara berpikir ekonom, termasuk ekonom Indonesia yang begitu menentukan seluruh kebijakan pembangunan di negara ini, melainkan juga tertanam kuat dan merasuki mental dan gaya hidup masyarakat modern. Susahnya lagi, ideologi dan gaya hidup developmentalisme di negara-negara maju justru ditiru begitu saja oleh negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, karena dianggap sebagai satu-satunya cara untuk mengejar ketertingalannya dari negara maju. Atau, paling kurang untuk membebaskan masyarakat dari segala bentuk keterbelakangan.
Dengan ini saya ingin mengatakan bahwa tantangan kita untuk menyelematkan lingkungan masih sangat besar. Masih membutuhkan energi dan waktu yang lama. Mengubah gaya hidup dan perilaku manusia membutuhkan waktu yang lama. Sementara itu, kerusakan lingkungan terjadi terjadi dengan laju yang semakin cepat. Maka, hanya ada dua pilihan: kita dan anak cucu kita akan hancur, atau kita berubah sekarang ini juga. Dengan demikian DE menjadi sebuah alternatif yang menarik. Suatu alternatif untuk melakukan gerakan penyelamatan lingkungan secara bersama-sama dengan mengubah cara berpikir, gaya hidup dan perilaku individu, masyarakat dan kebijakan politik dan ekonomi.
Tulisan ini merupakan tugas matakuliah Filsafat Pembangunan Berkelanjutan yang diasuh oleh Prof.Dr.Ir. Liek Wilardjo, M.Sc,Ph.D,D.Sc pada Program Studi Doktor Studi Pembangunan, Program Pascasarjana-Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

Bromo Caldera, East Java, Indonesia